Rabu, 22 Agustus 2012

Cintaku untuk Budayaku


basabasi dulu ya..
well, cerpen ini yang bawa gue nyampe ke perlombaan tingkat provinsi, padahal yang gue tau cerpen ini terlalu formal, terlalu baku, gaada gregetnya gak berkesan, dan gue bikin cerpennya pun antara niat sama gak niat, gimana mau full niatnya kalau hari ini dikasih tau eh lusa udah lomba aja.. kurangasem juga sih gurunya, tapi gue bersyukur deh gara-gara cerpen ini gue ngerasain dinginnya kota lembang nyampe sakit garagara gak terbiasa, dan gue juga jadi punya pengalaman menjelajah mistis sama kawan-kawan baru sesama perwakilan, loh kok mistis? so'alnya hotel yg gue tempatin itu ada sejak jaman belanda loooh, halaman belakangnya lebih mirip rumahsakit yang gak terpakai, nama hotelnya G**** hotel, uuups, paskibra itu NO MERK B-)

let's read ya...

Perlahan aku berjalan menyusuri jalan setapak ini, aroma tanah yang khas dan tetesan air di ranting pohon menemani derap kakiku, aku tersenyum kala aku melihat sebuah bangunan yang tersusun dari deretan kelas. Sekolahku, ya, itu sekolahku, tempat dimana aku mencari ilmu. Seperti biasanya, aku pergi ke sekolah mengenakan seragamku, namun kali ini ada yang berbeda, aku tidak lagi memakai seragam merah putihku, hari ini aku memakai seragam putih biru, hari ini adalah hari pertama aku masuk SMP, lebih tepatnya, hari ini adalah hari pertama aku melaksanakan MOS, hari dimana beradunya keceriaan dan memalukan. Mengapa aku bilang memalukan? Karena seragam yang aku pakai. Ya, seragamku lebih mirip seragam badut penghibur di hari ulang tahun. Rambutku dikepang sepuluh, memakai sepatu dari kantung kresek, tas dari karung beras, dan leherku dikalungi tanda pengenal yang terbuat dari kertas kardus, dan memakai make up yang super tebal. tapi memang itu ketentuannya, jadi apapun harus aku lakukan.
“Hai... kamu anak baru, ya?” Tanya seseorang kepadaku. Aku kaget saat mendengarnya, karena tiba-tiba dia muncul dari arah belakangku.
“Iya… kamu siapa?” tanyaku kepada orang itu.
“Aku juga anak baru di sini, namaku Rio, Mario Stevano, nama kamu siapa?” Tanyanya padaku.
“Namaku Ashilla, kamu bisa panggil aku Shilla. Ya, itulah namaku, Ashilla Zahrantiara”.
“Mau ke kelas? Oya, kelas kamu di mana?” Tanyanya ramah kepadaku.
“Iya, aku mau ke kelas, kelas 7A”, jawabku seraya tersenyum.
“Bareng ya? Kebetulan kita sekelas”. Tawarnya ramah.
“Ok”, jawab ku singkat.
Awal yang baik untuk memulai perjalananku mencari ilmu di sekolah ini. Baru saja aku melangkahkan kaki menuju kelasku, aku sudah mendapatkan sahabat, tapi apa bisa aku menyebut dia sahabat? Tidak! Segala sesuatu tentangnya pun aku tidak tahu. Tapi paling tidak, aku sudah mendapatkan teman sekedar untuk berbincang-bincang.
……………………………………………………………………………………………………………………
Hari demi hari aku jalani dengan penuh semangat, tak terasa, kegiatan MOS telah usai, dan aku sudah bisa menyebut Rio sebagai sahabatku, karena dalam waktu seminggu ini, aku sering bertukar informasi dengan dirinya, mulai dari nama lengkapnya, cita-citanya, kegemarannya, dan semua kebiasaannya. Dan ternyata hampir semua kegemarannya sama denganku, salah satunya adalah menari. Tetapi aku pikir, Rio menyukai tarian yang sama denganku, tapi ternyata tidak.

Di kelas 7A
Ibu Ira sedang menerangkan tentang kebudayaan Indonesia, semua murid nampak bermalas-malasan, sebagian tertidur, dan sebagian lainnya sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sepertinya, hanya aku saja yang tetap fokus pada pelajaran, mengapa mereka menghiraukan pelajaran berharga seperti ini? Mereka orang Indonesia! Tetapi tidak peduli dengan kebudayaannya.
Apa mereka tidak mau menghargai para ahli seni? Para ahli seni yang telah menciptakan kebudayaan negeri ini, yang menjadikan suatu ciri yang membedakan negeri ini dan negeri yang lainnya, dan juga menjadi suatu hal yang patut dibanggakan.
Hari ini kelasku ada ulangan praktik menari, guruku mengatakan, kalau kita bebas memilih tarian yang akan dipraktikan.

Di ruang tes praktik.
“Rio, kenapa kamu tidak memilih tarian tradisional saja? Lagi pula, apa salahnya kamu menarikan tarian tradisional? seperti aku, saat tes nanti, aku akan menarikan tarian jaipong” ucap ku kepada Rio yang sedang asyik belajar breakdance.
“Hah! Tarian tradisional? Ini tahun 2011 Ashilla. Masa sih kamu mau diem terus di era jadul kayak gitu sih?” Tanya Rio kepadaku seraya memasang tatapan sinis padaku.
“Memangnya di tahun 2011 ini ada peraturan dilarang menari tarian tradisional? Gak kan? Dan satu yang harus kamu ingat, tarian tradisional adalah salah satu ragam budaya di negeri kita, apa kamu masih mencintai negerimu ini? atau kamu lebih memilih budaya luar negeri yang jelas-jelas bukan budaya negeri kita?” Tanyaku kepada Rio, tak lupa, akupun memasang tatapan sinis kepada Rio.
“Memang, di tahun 2011 ini tidak ada peraturan yang melarang menarikan tarian tradisional, tapi apa kamu tidak sadar bahwa aku hanya mengikuti kebudayaan orang-orang di sekitarku”, jawabnya. Sekarang dia sudah tak memasang tatapan sinis itu lagi.
“Ya, kamu mengikuti jalan yang salah, mengikuti budaya asing dan meninggalkan budaya sendiri. Apakah itu yang patut kamu tiru? Itu salah, Rio. Jika memang kamu ingin menjadi lebih modern, silakan, kamu pelajari segala yang bersifat modern, tapi tolong jangan lupakan tarian dan kebudayaan negerimu sendiri”. Nasehatku kepada Rio.
“Bukan Cuma aku saja kan yang melupakan budaya negeriku sendiri? Lihat saja di pusat kota sana. Apakah mereka masih sering memainkan tarian khas daerahnya? Tidak! Mereka lebih sering memainkan tarian luar negeri, seperti breakdance yang aku mainkan tadi”, ucapnya padaku.
“Tapi Rio, paling tidak kamu akan menambah populasi orang yang mau melestarikan budaya kita, bukannya menambah populasi orang yang mau mengembangkan budaya asing di negeri kita”, ucapku sambil berlalu meninggalkannya di tempat itu.
Apakah salah jika aku mengingatkan Rio tentang pentingnya melestarikan budaya negeri kita? Sepertinya tidak! Tapi mengapa Rio seperti tidak suka dengan perkataanku? Apa memang dia tidak suka budaya Indonesia? Masa iya? Dia kan orang Indonesia. Aku bertanya-tanya di dalam hati, sepertinya pikiranku mulai dipenuhi tanda tanya.
Tes praktik sudah selesai, semua berjalan lancar, aku hanya tinggal menunggu nilai praktikku diumumkan.

Saat yang kutunggu telah tiba, Bu Ira datang menghampiriku, dan mengucapkan selamat, entah selamat dalam rangka apa, yang jelas, Bu Ira hanya mengucapkan sepatah kata “Selamat”.
“Selamat”, ucap Bu Ira kepadaku, aku terdiam sejenak.
“Selamat untuk apa?” Tanyaku heran.
“Selamat karena kamu mendapatkan nilai tertinggi di dalam tes praktik tadi”. Akhirnya Bu Ira menjelaskan untuk apa ucapan selamat itu.
“Bu, Mengapa harus dia yang mendapatkan nilai tertinggi? Mengapa bukan aku? Aku sudah menarikan tarian modern, tarian yang sudah terkenal di seluruh dunia, mengapa harus dia yang mendapatkan nilai tertinggi? Padahal dia hanya menarikan tarian tempo dulu yang sudah hilang ditelan masa” ucap salah seorang yang sudah tak asing bagiku, dia Rio. Rio tiba-tiba protes kepada Bu Ira karena akulah yang mendapatkan nilai tertinggi, bukan dirinya.
Rio, sepertinya kamu tidak suka jika aku yang mendapatkan nilai tertinggi itu, tapi ini salah kamu, mengapa kamu tidak menghargai tarian dari negerimu sendiri? Tarian yang telah diciptakan orang-orang yang ahli di bidang seni, gerutuku dalam hati.
“Rio, Ibu tidak menilai tarian dari ketenarannya.. melainkan dari nilai positifnya, lihat Ashilla, dia menarikan salah satu tarian tradisional negara kita, jaipong, dengan begitu, Ashilla telah membantu pelestarian budaya negara kita agar tidak  punah ditelan masa”, terang Bu Ira.
“Benar Rio, semua yang Bu Ira katakan memang benar, seperti yang tadi aku katakan, apa kamu masih belum sadar tentang pentingnya melestarikan kebudayaan negeri kita? Kapan Rio? Kapan kamu bisa menyadari itu?”. Ucapku kepada Rio.
“Tapi menurutku lebih bagus tarian modern, seperti breakdance, gak seperti tarian jaipong, membosankan”, ucap Rio.
“Tapi Rio, seandainya, budaya kita dicuri Negara lain, dan Negara tersebut mengklaim budaya kita sebagai budayanya, apa kamu rela?” Tanyaku pada Rio.
“Dan apa kamu akan membiarkan semua itu terjadi?” ucapku kembali.
Sejenak Rio tampak berpikir.
“Arrghh.. iya iya..”, gerutu Rio.
“Iya, sepertinya sekarang aku mulai sadar, aku sadar, aku terlalu membanggakan budaya asing dan melupakan budaya sendiri, ternyata budaya kita itu bukan hanya sekedar ciri khas negeri kita, tetapi juga menjadi suatu hal yang patut untuk dibanggakan”. Ucap Rio dengan nada lirih.
“Syukurlah Yo, kamu sudah sadar akan hal itu, tapi, apa kamu akan tetap menganggap tarian tradisional itu budaya yang hampir punah ditelan masa? Budaya di era jadul?” Tanyaku bertubi-tubi kepada Rio.
“Sepertinya, aku akan menarik kembali ucapanku itu, dan ucapanku itu akan kuganti, budaya tradisional itu budaya yang gak boleh punah, dan budaya tradisional adalah budaya yang tetap ada meskipun di era modern”, ucap Rio.
Syukurah, Rio sudah sadar, kalau ternyata budaya negara kita sangat berharga, dan lebih berharga dari pada budaya asing yang masuk ke Indonesia, budaya yang menjarah semua perhatian rakyat, dan merampas perhatian seluruh orang yang mau melestarikan budaya kita.
“Tapi Rio, kayaknya ada yang kurang deh. O ya, kayaknya belum komplit deh kalau kamu belum menarikan tarian tradisional”, tawarku pada Rio.
“Oke, oke. Aku akan menarikan tari kecak dari Bali”, ucap Rio.

Sepertinya Rio sudah mulai menghargai budaya Indonesia, dan aku harap, bukan hanya Rio yang berubah, melainkan semua orang Indonesia  yang sudah tidak peduli dengan kebudayaannya, aku ingin semua orang Indonesia  sadar dan aku ingin semua orang Indonesia ikut berperan dalam menjaga dan melestarikan budaya negeri pertiwi ini, hargailah jeripayah para ahli seni yang menciptakan semua itu, yang telah merangkai serpihan-serpihan ide menjadi sebuah karya seni yang diagung-agungkan. Ucapku dalam hati.

Selasa, 21 Agustus 2012

Hello world

seperti dalam judul entri gue ini, "Hello world" yang maknanya gue baru datang, hei gue bukan baru datang ke dunia, maksud lo gue makhluk ghaib yang tinggal di akhirat apa? ah whatever ! "hello world" di sini gue artiin buat dunia blogger yang sudah lama gue tinggalkan{} dan baru kali ini lagi gue ngeblog. alasannya sih banyak, di antaranya:

1). karena gue sibuk -mungkin-. loh kok mungkin? jawabannya simple aja, kata temen gue sih orang sibuk itu yang punya banyak kegiatan tapi gak bisa bagi waktu, nah kalo gue? mungkin lebih tepatnya gue ini manusia setengah sibuk B-) dan baru kali ini gue ada waktu, yaealah kan libur. 2). alasan kedua, biasanya gue buka blog cuman kalau ada tugas aja-__-" itupun kalau gue gak males ngerjain tugas *yang ini mohon dirahasiakan* tapi buat sekarang gue lagi kangen sama blog, jadi ya gue buka aja. 3). kali ini gue lagi punya duit buat bayar internet, THR dong THR =D readers mau ngasih THR juga kagak? kalau mau ngasih, tangan gue terbuka lebar untuk uang-uang yang nominalnya gede B-) buat yg receh masukin kotak amal aja ya, lebih gede manfaatnya-__-" *naluri matre gue di atas normal*. 4). Alasan keempat, gue tibatiba jadi sirik gituh sama yg promo blog di efbe ! hah efbe? gajaman layaww, yg jaman sekarang itu Twitter, yang lambangnya burung biru itulooh, eh readers boleh dong sekalian follow @Aniiimaaall, yang follow semoga masuk surga pake tiket VIP -Amin- *lah kok gue jadi promosi gini?*.  5) BLOG GUE BARU BISA DIBUKA WOY !! Tiap gue login ada aja tulisan kayak begini  "your password was changed 9 months ago" itupun kalau gue gak salah ya. 6). dan masih banyak alasan lainnya lagi yang kebetulan gue entah males, entah lupa, entah gatau mau nulis apa, kalau mau tau alasan lainnya tanya gue langsung aja ya -____-"

oiya, buat para blogger yang *ekhem* kecenya badai, baiknya tsunami, dan pinternya banjir *loh?, gue minta maaf ya kalau selama ini gue mengusik ketentraman kalian dengan suara gue yang gak beda jauh sama AshilaZee, dengan cantiknya wajah gue yang bisa ngalahin Suzy miss-A, dengan baiknya gue yg badai plus plus. minal aidzin walfaidzin ya, semoga kita semua tetap pada lindungan allah subhanawataala

buat yang mau protes, atau mau nyampein kritik dan saran nya, bisa coment entri ini :)